twitterfacebookgoogle plusrss feedemail
Life-ex photo banner-211_zps596e9fc0.jpg

Monday, January 20, 2014

New Year New Project



Waktumu tidak akan pernah memanjang sebaliknya waktumu akan semakin pendek, tapi kamu bisa membuatnya menarik dengan berkreasi dalam menapaki hidup ini.

Tidak terasa tahun 2014 sudah berjalan 20 hari. Sejauh ini sih belum ada pencapain yang signifikan dalam perjalanan hidup saya. Tentu saja saya tidak mengini kehidupan yang biasa-biasa saja, tanpa pencapaian berarti seperti tahun sebelumnya. Masih ada 345 hari lagi untuk di jalani dengan lebih baik lagi. So, di tahun 2014 ini saya menyusun beberapa draft project yang tentu saja berhubungan dengan pengembangan diri.

  1. Be creative
Siapa sih yang tidak ingin menjadi pribadi yang kreatif. Tentu saja tidak ada. Maka itu list pertama project 2014 saya adalah menjadi sosok pribadi kreatif. Dalam hal ini saya sangat terinspirasi dengan beberapa sosok pribadi di balik Creativepreneur, seperti Yoris Sebastian. Ya, siapa yang tidak kenal dengan sosok pribadi kreatif yang satu ini. Karena jiwa kreatifnya, kesuksesan dicapainya di usia muda. Luar biasa bukan? So, kenapa tidak berharap serupa? Tentu saja tidak berharap muluk-muluk lah, tetapi setidaknya di tahun baru ini ada sosok pribadi kreatif yang berpikir “Out of the Box”. Ya harapan kecil inilah yang terus mengusik saya siang dan malam. Be creative!

  1. Rutin menulis dan membaca
Salah satu kegagalan yang saya sesalkan di tahun yang lalu adalah ketidakkonsistenan saya dalam merangkai ide dalam tulisan. Alhasil, blog ini seringkali terabaikan. Di tahun 2014, salah satu komitment saya adalah menjadikan menulis dan membaca sebagai rutinitas jika boleh bahkan menjadikannya gaya hidup. Saya berharap, melalui kegiatan menulis dan membaca jiwa kreatif dalam diri ini bisa muncul kembali kepermukaan. 



  1. Menyelesaikan skripsi tepat waktu
Kalau yang satu ini kudu wajib di tahun 2014. Skripsi selesai tepat pada waktunya dan luluspun tak tertunda, kira-kira begitulah. So, jangan heran jika tahun 2014 menjadi tahun keramat para pencari nilai [setidaknya bagi saya].

Kira-kira itulah beberapa project besar yang ingin saya capai di tahun Kuda Kayu ini. Semoga saja seperti sifat kayu, bisa sedikit banyak menangkal ke-frustrasian akibat kegalauan para korban skripsi. Semoga pula di tahun ini si pemilik shio bantal ini tak larut dalam belaian empuknya bedcover pemberian orang dan jatuh tidur hingga lupa waktu. So little done! But so much to do



Image: http://www.thewritingnut.com/
http://www.trendhunter.com/trends/how-to-be-creative-infographic

Friday, January 17, 2014

Garam



Satu hal yang sangat menarik ketika Yesus mengajar, Ia memakai hal-hal kecil yang sering kita jumpai di sekitar kita seperti uang logam, domba atau beberapa murid, sejumput garam, secercah cahaya. Yesus memiliki cara mengambil apa yang tampak kecil dan tidak signifikan dan memanggil mereka untuk mengubah dunia. Dengan tujuan agar para pendengarnya mudah memahami apa yang Ia ajarkan.
 
Teks Matius 5:13 ada hal yang menarik dari ucapan Tuhan Yesus, jika kita perhatikan dalam ayat ini tidak ada kata “harus/seharusnya” di sini. Tuhan Yesus tidak mengatakan “Anda harus menjadi garam!” tetapi Tuhan Yesus hanya mengatakan “Kamu adalah garam dunia” apa arti ucapan ini? Ini mengindikasikan identitas kita sebagai umat Kerajaan Allah.
Kita adalah garam dunia dan jika kita kehilangan indentitas itu maka kita akan kehilangan kepengaruhan. Itulah mengapa Yesus berkata: “Kamu adalah garam.” Yesus menggunakan metafora garam dan terang untuk tanggung jawab kita di dunia ini. Kristen bukan hanya berbeda tetapi memiliki pengaruh kepada masyarakat.

Melalui metafora garam ini kita belajar dua hal yang terkorelasi dengan kehidupan kita sebagai seorang Kristen, yaitu garam bersifat;

Sebagai Pengawet

Di Afrika Utara ada satu jenis makanan rakyat yang lezat masyarakat di sana menyebutnya Biltong semacam daging yang diiris tipis diasinkan lalu dikeringkan, biltong bisa bertahan sangat lama, bahkan zaman dulu makanan ini dibawa oleh pengembara, proses pengawetan yang sangat baik sehingga pada biltong itu tidak perlu dicantumkan tanggal kadaluarsanya.

Baik pada zaman Alkitab maupun zaman sekarang memang garam merupakan bahan pengawet yang sangat baik. Garam akan mencegah daging dan ikan dari kebusukan, dan makanan lainnya dapat diawetkan dalam air garam.

Orang Kristen yang hidupnya menunjukan kualitas hidup sebagai orang yang diberkati akan memiliki pengaruh yang mengawetkan masyarakat sekitarnya, yang bila dibiarkan akan menjadi rusak dan membusuk. Tanpa pengaruh Injil pasti kehidupan masyarakat akan mengalami kerusakan moral dan akan membusuk.

Satu hal yang penting kita ingat mustahil kita bisa menjadi pengawet masyarakat jikalau Injil itu sendiri belum meresap dalam diri kita, kita tidak mungkin bisa menjadi daya tahan dalam kemerosotan moral jikalau kita merasakan pengaruh Injil dalam hidup kita. 

Sebagai Perasa (bumbu)

Selain sebagai pengawet garam juga berfungsi sebagai perasa, karena sifatnya yang dapat memunculkan rasa. Saudara membayangkan memakan makanan yang tanpa garam, bagaimana rasanya? Pasti tawar, hambar tidak menimbulkan daya tarik untuk memakannya bukan? Demikian halnya menjadi “bumbu” masyarakat kehadiran kita sebagai umat Allah hendaknya dapat menambah cita rasa kehidupan bukan sebaliknya. Misalnya melalui teladan dalam kehidupan kita hendaknya kita terus menjaga integritas karakter kristiani kita. Pengaruh meningkatkan dunia dan membawa sukacita hidup.

Dalam perkataan kita hendaknya membawa rasa yang enak, Paulus mengatakan bahwa kata-kata kita, seharusnya tidak hambar (Kol. 4:6). Ia menjelaskan dengan pasal pembanding dalam Efesus 4:29 :”Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, dimana perlu, supaya mereka mendengarnya, beroleh kasih karunia.” Yang menarik, dalam konteks inilah Paulus mengajar kita untuk tidak mendukakan Roh Kudus. Mengapa dalam konteks ini? Karena perkataan yang keluar dari mulut bibir kita merupakan salah satu ukuran terbaik bagi kondisi kerohanian kita!

Perkataan kita bisa mendatangkan bahaya seperti yang dipaparkan oleh Yakobus, sehingga ada istilah karena mulut badan binasa. Perkataan kitapun bisa mendatangkan berkat bagi orang lain yakni menolong serta membanngun orang lain, membangkitkan semangat mereka yanng sedang putus asa. Di atas segalanya perkataan kita merupakan alat untuk memperkenalkan Yesus.

Beberapa hari ini saya mengamati satu hal yang menarik buat saya, setiap subuh selain bunyi kendaraan ada satu bunyi lagi yang akrab menyapa telingga saya yakni suara sapu, seorang pekerja sedang menyapu membersihkan jalan. Hampir setiap subuh ia sudah mulai bekerja membersihkan jalan. Sepertinya hal ini biasa, tetapi ada satu hal yang menarik buat saya mungkin tanpa pekerja ini sendiri dan orang lain sadari, sesungguhnya pekerjaannya sudah membawa pengaruh yang baik dan bisa dirasakan banyak orang termasuk saya, mungkin tanpa dia jalan akan kotor, tidak rapi dsb. Sebagian orang lain mungkin tidak menganggap malah asyik membuang sampah. Saudara mungkin apa yang dilakukannya adalah perkara kecil sekali tetapi satu hal yang perlu kita ketahui ia telah memberi rasa bagi banyak orang, rasa nyaman, rasa indah, rasa rapi dan bersih.

Kehidupan kitapun demikian, mungkin dunia menganggap kita tidak berarti namun harus kita sadari seperti halnya garam tadi meskipun tampaknya remeh dan tak berharga ternyata dapat memberi pengaruh pada lingkungan sekitar.

Bumi membutuhkan garam, yang memiliki multiguna dan kitalah garam itu. Suatu hal kecil seperti garam- itu yang Yesus ingin pengikutnya untuk berada di dunia, marilah kita kembali hidup kita sebagai umat Allah hidup yang membawa pengaruh.

Thursday, January 9, 2014

Better Than Yesterday


Wisma Berkat, 6-8 Januari 2014

Mengawali tahun 2014, sudah barang tentu setiap orang punya resolusi untuk dilaksanakan atau direalisasikan disepanjang tahun 2014. Saya bersyukur, diawal tahun ini sekembalinya dari libur panjang kami mahasiswa disambut kegiatan retret mahasiswa STT IMAN Jakarta. Tujuannya jelas, bukan hanya sebagai sarana merefleksikan perjalanan kehidupan di tahun lalu, namun juga untuk memperjelas, memperkokoh dan sebagai sarana penyegaran iman serta menjadi prolog di semester genap 2014. Dengan adanya kegiatan ini tentu saja sangat menolong saya secara pribadi bukan hanya mendeskripsikan resolusi ditahun yang baru namun juga bagaimana mewujudnyatakannya dalam kehidupan.

Retret kali ini di laksanakan di Wisma Berkat Bogor. Lokasi yang sangat cocok untuk merefleksikan kehidupan. Karena memang Bogor bukan hanya terkenal karena udaranya sejuk tetapi juga ditambah dengan lingkungan hidup yang masih sangat nyaman. Pegunungan dibalut dengan hamparan perkebunan teh yang mempesona, pemandangan alam yang luar biasa sangat cocok bagi kita yang ingin merenung sembari menyatu dengan alam.

Retret kami kali ini mengambil tema ‘Better Than Yesterday’ karena memang hakekatnya manusia ingin terus mencapai, meraih dan menjalani segi kehidupan yang lebih baik dari hari ke hari. Kehidupan yang terus berkembang bukan kehidupan yang biasa-biasa saja. Kehidupan yang tumbuh bukan kehidupan yang staknan. Kehidupan yang lebih baik: komitmen, karakter serta kompetensi.

Saya bersyukur selama tiga hari dua malam di Bogor banyak hal yang saya dapatkan. Baik dari para pembicara maupun dari perenungan secara pribadi, yang pada intinya kembali menyegarkan serta memperjelas kembali kehidupan panggilan saya.  

Monday, December 23, 2013

Book: Confession by Augustine


Confessiones menggambarkan pergumulan atau refleksi kritis Filsafat-Teologi Agustinus. Merupakan campuran autobiografi, filsafat, teologi, dan tafsir kritis dari Alkitab. Kitab pertama hingga kesepuluh menelusuri kisah kehidupan Agustinus, sejak lahir  sampai dengan peristiwa yang terjadi setelah pertobatannya. Sedangkan tiga kitab terakhir dari Confessions fokus langsung pada isu-isu filsafat dan teologis serta intepretasi Alkitab. Agustinus dalam bukunya yang fenomenal ini menulis refleksi hidup, pendidikan hingga imannya. Buku ini menggambarkan pencarian Agustinus pada kebenaran sejati. Confessions menyajikan analisis Agustinus tentang dirinya sendiri di hadapan Allah. Dengan demikian boleh dikatakan buku Confessions adalah suatu kesaksian hidup yang terus bergema hingga hari ini. Sehingga tidaklah keliru jika dikatakan Confessions karya Agustinus adalah termasuk salah satu karya sastra terbaik yang pernah ada. 
 
Isi
Buku ini berisi tiga belas kitab (bab). Sepuluh kitab akan menelusuri kisah kehidupan Agustinus, sejak lahir (354 M) hingga dewas. Sedangkan tiga kitab terakhir dari Confessions fokus langsung pada isu-isu religius dan filsafat, waktu dan kekekalan (Kitab XI), dan interpretasi dari Kitab Kejadian (Kitab XII dan XIII).
Kitab pertama dari Confessions ditujukan terutama untuk analisis kehidupan Agustinus sebagai seorang anak, dari bayi hingga melalui hari-harinya sebagai seorang anak sekolah di Thagaste (di Timur Aljazair). Kitab bagian awal bertutur tentang tahun-tahun awal yang mendorongnya untuk merenungkan asal usul dari manusia, akan keinginan, bahasa, dan memori.

Agustinus memulai setiap kitab Confessions dengan doa untuk memuji Tuhan. Bagian pendahuluan dalam kitab I Agustinus memanjatkan doa dan pujian di Hadirat Allah yang Maha Besar. Juga berisi doa dan pujian menyatakan Kehadiran Allah, Tuhan yang penuh rahasia dan Tuhan sebagai penyelamat jiwa (V.5). Agustinus menyadari benar bahwa manusia termasuk dirinya tikdak ada apa-apanya. Bagian akhir kitab I berisi pengakuan dosa sekaligus syukur Agustinus atas bakat alam yang ia miliki (30-31).

Pada kitab II Agustinus memulai dengan pengakuan jujur dari hasrat seksual yang dia alami sebagai remaja laki-laki. Dia menyadari bahwa salah satu keinginannya adalah hanya untuk mencintai dan dicintai. Dia mengatakan bahwa sebagai remaja dia sesat dengan berpikir bahwa nafsu adalah jalan untuk mencintai. Dia mengatakan bahwa murka Allah terlalu berat baginya saat itu, tapi dia tidak menyadarinya. Dia menjelaskan bahwa ketidakpuasan dan masalah yang dialaminya dalam petualangannya adalah hukuman dari Allah.

Pada bagian berikutnya, Agustinus mengeksplorasi banyak kebajikan zamannya: kesombongan, ambisi, kata sayang lembut, rasa ingin tahu, kesederhanaan, keinginan untuk hidup tenang, kelimpahan, kemurahan hati, dan keunggulan semua terbuka untuk keinginan manusia sia-sia yang terletak di bawah mereka. Allah adalah sumber dari segala kebajikan, dan Agustinus menjelaskan bahwa setiap "kebajikan" yang tidak didirikan dalam ketaatan kepada Allah adalah ilusi, dan mungkin dosa.

Dalam kitab III Agustinus menjelaskan waktunya di Karthago, Agustinus mempelajari tingkat tinggi retorika, pidato, dan sastra. Dalam kitab ini juga Agustinus memeluk Manikheisme. Di sinilah Agustinus membaca sebuah buku oleh Cicero disebut Hortensius. Itu adalah salah satu deretan panjang buku Romawi klasik bertujuan untuk membenarkan penggunaan dan nilai filsafat (kadang-kadang bertentangan dengan agama). Dan Agustinus, yang mungkin berusia delapanbelas tahun ketika ia membaca Hortensius, sangat dipengaruhi oleh gagasan kehidupan filosofis dalam buku itu, namun pada titik ini jugalah ia membandingkan karya Cicero dengan tulisan Paulus. 

Setelah menghabiskan seumur hidup terlibat dalam pencarian filosofis, Agustinus akhirnya mulai membaca teks Neoplatonisme. Neoplatonisme membuat lebih mudah bagi Agustinus untuk menerima agama Kristen pada tingkat intelektual dan membuka hatinya untuk iman (Kitab VII). Setelah membaca beberapa literatur Neoplatonis, Agustinus memiliki visi nyata pertama tentang Allah . Fakta bahwa Neoplatonis mengatakan bahwa Allah adalah penyebab dari semua hal itu sangat menarik bagi Agustinus. Meskipun sebagian besar Neoplatonis kafir, mereka masih memberinya dengan sistem filsafat terbaik yang pernah ia temui.

Ini visi Allah, namun tidak berlangsung: Agustinus terlalu terbebani oleh dosa-dosanya, dan terutama oleh dorongan seksualnya, untuk sepenuhnya menerima iman saat ini. Dia mengatakan bahwa Yesus Kristus tidak memasuki hatinya, tetapi menyatakan bahwa peristiwa seperti itu akan memberinya dengan hubungan antara manusia dan Tuhan. Dia belum memiliki cukup kerendahan hati untuk menerima iman, dan belum menerima keilahian Kristus. Dia berjuang dengan iman Katolik dalam Yesus baik sebagai sepenuhnya ilahi dan sepenuhnya manusia. Menjelang akhir buku VII Agustinus mengalihkan pandangan pada tulisan-tulisan Alkitab dan menghabiskan waktu membahas tulisan rasul Paulus.

Bagian ini memasuki bagian dari buku yang berfokus pada teologi ketimbang informasi otobiografi. Sementara Confessions secara keseluruhan tidak dapat secara akurat disebut sebagai otobiografi murni. Dalam buku-buku selanjutnya, sifat dan membela agama menjadi lebih penting untuk Agustinus dari kisah hidupnya sendiri.

Dalam kitab VIII ini Agustinus akhirnya menghapus semua keraguan bahwa Allah memang memiliki "Substansi spiritual" - yang berarti bahwa Dia tidak ada dalam cara yang immaterial. Gagasan bahwa Tuhan tidak dibatasi oleh hubungan spasial bahwa segala sesuatu di bumi dibatasi oleh akhirnya diselesaikan dalam pikiran Agustinus. Sekarang dia telah memutuskan beberapa masalah filosofis tentang Tuhan, ia berharap bahwa ia bisa lebih tegas dalam praktek moralitas. Di sinilah saya mengagumi Agustinus karena integritasnya. Tidak ada alasan untuk menganggap bahwa pertobatannya tidak sepenuhnya tulus.

Kitab X adalah awal dari bagian filosofis Confessions. Agustinus menetapkan untuk sepenuhnya membela imannya dan menjelaskan sebanyak ajaran Kristen dalam konteks filsafat. Setelah memberitahu hidup dan pertobatannya, ia sekarang menampakkan keadaan pikirannya setelah pertobatan dengan menunjukkan sebanyak mungkin keyakinannya yang ia bisa. Agustinus mengungkapkan keyakinan bahwa pengetahuan (yaitu, pengetahuan tentang hal-hal yang benar) adalah unconsious - dapat ditemukan dalam semua orang tapi tidak diakui atau diakui kecuali dijamah Tuhan. Agustinus mengakui bahwa ia tidak dapat menemukan Allah menggunakan akal sehatnya, sehingga ia harus mengubah pencariannya ke dalam, ke dalam pikirannya. Ia mengibaratkan memori seperti gudang: ia dimulai dengan kenangan sensorik, dan bertanya-tanya bagaimana kenangan ini dapat memiliki efek pada orang yang mengingat mereka. Dia bingung dengan jumlah dan berbagai gambar yang tersimpan dalam pikiran manusia. Hal ini menyebabkan dia untuk memuji Tuhan, dan melihat bukti ini sebagai lebih lanjut bahwa manusia tidak dapat sepenuhnya memahami keseluruhan diri mereka. Ini menyebabkan paradoks filosofis bagi Agustinus untuk sisa hari-harinya. Memahami fungsi otak bukanlah tujuan Agustinus dalam Buku X. Dia agak mencoba untuk memahami bagaimana Tuhan bisa dialami oleh manusia. 

Kitab XI - Waktu dan Keabadian. Dalam Buku ini Agustinus menilai sifat waktu sendiri dan membahas bagaimana kaitannya dengan keabadian Allah. Kemudian dalam kitab XII, Agustinus berusaha untuk memadamkan keragaman pendapat tentang penafsiran kitab Kejadian. Sedangkan kitab XIII adalah salah satu doa filosofis yang panjang. Dalam kitab ini Agustinus "meringkas" poin-poin yang ia telah susah payah dibuktikan dalam kitab sebelumnya, dan juga menyentuh pada beberapa poin lain dari ajaran Katolik. Akhirnya, Agustinus mencerminkan lagi pada kesementaraan manusia dan sifat Allah yang kekal. Dia berakhir dengan beberapa nasihat kepada Allah untuk membimbingnya , dan pujian untuk Tuhan dan semua karyanya.

Keprihatinan utama teologis Agustinus adalah sifat Allah, materi, dan jahat; ide-ide abstrak memori dan waktu, serta rekonsiliasi kisah penciptaan Kejadian sampai doktrin Katolik. Sepanjang buku ini, Agustinus memuji Allah dan mengingatkan pembaca bahwa segala sesuatu datang dari Dia.

Komentar
Buku ini tidak hanya berisi riwayat hidup Agustinus, tetapi juga puji-pujian kepada Tuhan, pengakuan iman kepada Allah, dan pengakuan akan kesalahan-kesalahan/dosa duniawi. Dengan membaca buku ini, saya dapat merasakan semangat dan kehebatan teologia dari Agustinus. Buku ini sangat segar, dengan wawasan yang benar-benar menakjubkan dan sangat menyentuh.

Meski ada pergeseran dalam konten, namun, Confessions tetap koheren secara keseluruhan, dalam membuat otobiografinya yang mendalam reflektif, Agustinus telah memperkenalkan banyak ide yang sama dan tema. Pemersatu tema yang muncul selama seluruh pekerjaannya adalah penebusan: Agustinus melihat proses yang menyakitkan sendiri kembali kepada Allah sebagai turunan dari kembalinya seluruh ciptaan Tuhan.
Secara keseluruhan buku ini sangat baik untuk dibaca menambah pengetahuan akademis serta menjadi refleksu kritis yang akan membuat kita berpikir kembali sejenak betapa besarnya Tuhan yang menciptakan dunia ini dengan segala aspek di dalamnya yang tidak bisa ukur dengan kemampuan intelek manusia yang terbatas ini.

Tentu saja bagi sebagian orang untuk memahami buku ini tidaklah mudah karena selain konteks yang jauh berbeda, bobot karya yang luar biasa inipun terbilang cukup sulit untuk dicerna dalam waktu singkat. Meski demikian, ini tidak akan menghambat kecintaan kita pada sumber bacaan sastra dunia sarat nilai-nilai teologis dan renunga serta doa dan pujian ini. Justru di sinilah pembaca dituntut untuk bekerja keras dengan kritis menyelami alam pemikiran besar seorang Agustinus.

Kesimpulan
Confessions merupakan buku perjalanan ziarah tokoh yang luar biasa. Buku kesaksian hidup seorang pencari kebenaran. Memang pada mulanya, kebenaran yang digeluti oleh Agustinus adalah kebenaran yang fana. Segala arah pencariannya berubah setelah ia menemukan Allah, yang bagi Agustinus adalah Sang Kebenaran sejati. Peziarahan Filsafat-Teologi ini pada akhirnya bermuara pada iman akan Tuhan. Dialog Filsafat-teologi yang dicetuskan oleh Agustinus ini adalah sebuah karya yang luar biasa. Confessions adalah sebuah otobiografi mengenai salah satu tokoh hebat dalam Sejarah Gereja. Tokoh yang berpengaruh bukan hanya dalam Katolik, tapi dalam kekristenan secara umum.



Image: http://seminariesandbiblecolleges.com 
 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

ShareThis