Masih
ingatkah kita pada tokoh Mumble dalam film animasi Happy Feet? Di antara kita
mungkin masih mengingat dengan jelas tingkah jenaka pinguin muda bernama
Mumble, di kisahkan Mumble seekor pinguin yang berusaha diterima lingkungannya,
yang mayoritas memang jago menyanyi. Karena suaranya tak semerdu keluarga dan
kawan-kawannya, ia berusaha menunjukan kebolehannya dalam hal menari tap dance.
Dalam film ini, tokoh-tokoh penguin tampak begitu gembira bergerak ke sana ke
mari menikmati indahnya salju kutub. Sebuah gambaran yang begitu indah dan
menarik. Sayang, tiga atau empat puluh tahun lagi suara dentuman Happy Feet
yang sedang menari mungkin tak lagi terdengar. Bukan hanya karena rumah mereka
hilang seperti es krim yang mencair, tetapi bagian belahan dunia yang lain
termasuk tempat saya tinggal, jangan-jangan sudah lenyap tenggelam karena
terimbas dampak pemanasan global.
Lagi-lagi
isu lingkungan hidup yang mendapat perhatian khusus dalam film ini. Tetapi coba
kita lihat lagi satu fenomena yang mungkin akan membuat batin kita menggeliat
melalui pesan film ini. Jika sobat perhatikan dalam film Happy Feet yang kental
dengan isu lingkungan hidup, sobat akan menemukan satu kenyataan yang tidak
dapat dipungkiri. Keserakahan manusia! Ya keserakahan manusia dalam menguras
sumber daya alam. Kenyataan ini diwujudkan melalui isu paceklik ikan di Kutub
Selatan yang menjadi salah satu permasalahan sentral dalam film ini dan juga di
Kutub Selatan sesungguhnya. Berulang kali isu paceklik ikan diungkapkan oleh
para tokoh karakter film tersebut.
Isu
paceklik ikan ini pula yang menciptakan tokoh utama Happy Feet Mumble mengalami
pengusiran oleh tetua penguin emperor Noah dari komunitasnya. Lalu bersama
dengan teman-temannya The Amigos dan Lovelace Mumble terlibat dalam sebuah
petualangan dramatis untuk mencari penyebab utama paceklik ikan. Sampai pada
akhirnya, mereka menemukan penyebab utama paceklik ikan itu terjadi, yaitu
penangkapan ikan secara besar-besaran oleh industri ikan bagi kebutuhan pangan
manusia, yang dalam Happy Feet disebut dengan “alien”.
Penyebutan
manusia sebagai “alien” atau makhluk asing sendiri sangatlah tepat. Bukankah
manusia memang cuma makhluk asing atau salah satu makhluk saja dalam kekayaan
ragam hayati di dunia ini? Tidakkah manusia harus menyadari bahwa sebagai
bagian dari keanekaragaman hayati ia telah terlalu banyak mengorbankan makhluk
lainnya?
Menghadapi
kenyataan ini, tentu kita, termasuk saya, tidak boleh hanya berdiam diri. Kalau
kita ingin terus melihat penguin-penguin menyanyi, kita harus melakukan
sesuatu. Kita harus menolong teriakan minta tolong Mumble dan koloninya. Semua
orang tentu sudah bisa mendengar ide penghijauan dan kita tahu media sosial
saat ini merupakan alat komunikasi world wide hampir semua kalangan. Alangkah
bergunanya jika media yang ada kita gunakan menulis himbauan bersama
menyelamatkan Mumble dan kawan-kawanya yang saat ini berteriak oleh karena
krisis pemanasan global yang terus merong-rong akan keberlangsungan hidup
mereka. Memanfaatkan teknologi internet bertujuan untuk meluaskan kesadaran
bersama tentang pentingnya penghijauandan juga mencegah kesalahkaprahan
pengetahuan tentang global warming dan
efek rumah kaca saya kira merupakan kegiatan yang sarat akan nilai.
Bayangkan
saja jika satu dari berjuta-juta pengguna internet di Indonesia tergugah oleh
imbauan melalui tulisan kita dan melakukan langkah nyata dengan bergegas
menanam pohon serta bertindak bijak memilih kendaraaan ramah lingkungan.
Bukahkah satu langkah maju menolong Mumble?
So,
perubahan besar dimulai dari tindakan kecil yang terus dilaksanakan secar
konsisten. Menulis sembari menanam pepohonan kecil di pekarangan rumah saya
kira adalah dua tindakan nyata yang harus terus dilakukan. Berilah kesempatan
alam mengetuk hati kita dan biarkanlah Mumble menari-nari dengan riangnya, ia
akan tersenyum kepada kita yang mengerti dan melakukan akan hal ini.
Image
source:
www.irishmediawatch.com
www.govloop.com
No comments:
Post a Comment
Thanks so much for taking the time to leave a comment :)