Seorang gadis kecil tinggal bersama kedua orang tuanya disebuah desa kecil. Suatu hari,
ayahnya bergabung dengan kemiliteran. Dan tak lama kemudian, tuan tanah menuntut uang sewa. Sang ibu hanya bisa mengatakan bahwa suaminya bergabung dengan kemiliteran dan ia tidak punya uang untuk membayar sewa.
Tuan tanah itu adalah seorang yang keras hati. Ia berkata bahwa mereka harus meninggalkan rumah tersebut. Ia tidak membiarkan orang yang tidak membayar sewa untuk tetap tinggal.
Setelah tuan tanah pergi, sang ibu memulai meratap dengan pahit. Gadis kecilnya, yang telah ia ajari untuk berdoa dengan iman, datang kepadanya dan berkata, “Apa yang membuat ibu menangis? Aku akan berdoa kepada Tuhan agar memberi kita sebuah rumah kecil, dan Dia pasti akan memberikannya.
Apa yang bisa dijawab ibunya? Dan mulailah anak itu berdoa. “Ya Tuhan, Engkau sudah membawa ayahku pergi jauh, ibu tidak punya uang, dan tuan tanah akan mengusir kami berdua karena kami tidak dapat membayar uanng sewa. Jika kami harus tinggal di luar rumah, Ibu bisa pilek. Jadi,
tolong beri kami rumah mungil.” Ia berhenti sejenak seperti menanti jawaban
langsung, dan menambahkan, “Mau, kan Tuhan. Tolong ya?”
tolong beri kami rumah mungil.” Ia berhenti sejenak seperti menanti jawaban
langsung, dan menambahkan, “Mau, kan Tuhan. Tolong ya?”
Gadis kecil itupun keluar dari ruangan dengan hati senang, berharap sebuah rumah akan diberikan kepada mereka Ibunya merasa tertegur melihat sikap si anak.
Saya beri tahu akhir kisah ini. Sejak itu, sang ibu tidak pernah lagi membayar sewa karena Allah mendengar doa gadis kecil itu. Tuhan sudah menjamah hati tuan tanah yang kejam itu. Tuhan, berikan kami iman seperti anak kecil itu, supaya kami juga dapat berharap sebuah
jawaban doa seperti dia.
Source: D.L. Moody, Orang Buta yang Membawa Lentera, (Pioner Jaya).
No comments:
Post a Comment
Thanks so much for taking the time to leave a comment :)