twitterfacebookgoogle plusrss feedemail
Life-ex photo banner-211_zps596e9fc0.jpg

Friday, February 1, 2013

Home » , » JALAN HIDUP ORANG BENAR

JALAN HIDUP ORANG BENAR









Selain lingkungan karakter manusia sangat dipengaruhi cara
hidupnya. Cara hidup yang baik dan terpola dengan baik akan menghasilkan
karakter yang utuh dan dewasa serta baik pula. Sebaliknya cara hidup yang tidak
baik akan menghasilkan karakter yang buruk. Karakter yang dewasa akan bisa
mensyukuri dan menikmati hidupnya dalam keadaan apapun. Inilah gambaran hidup
orang benar.


 Cara hidup orang
benar inilah yang pemazmur jelaskan dalam Mazmur pertama. Mazmur 1 adalah suatu
mazmur kebijaksanaan. Pemazmur mendemonstrasikan bahwa jalan menuju kebahagiaan
adalah melalui suatu hidup yang dijalani dengan baik menurut pedoman-pedoman
yang ditetapkan oleh Tuhan, dan jalan menuju kehancuran adalah menjalani hidup
yang jahat, tanpa hukum - suatu kehidupan yang tidak menurut Taurat TUHAN.


Pada paper ini dengan kecintaan akan firman dan
kebenaran-Nya maka penulis akan mengeksposisi bagian ini sebagai bahan renungan
dan refleksi pribadi penulis selama hidup mengikut Tuhan. Sekiranya menjadi
berkat nama TUHAN dipermuliakan.





Tidak
Bergaul Dengan Orang Fasik (ayat 1)





Berbahagia itulah akibat positif yang digambarkan pemazmur
kepada orang yang berjalan di jalan yang benar  yang tidak bergaul intim dengan orang fasik.
Kata
bahagia yang digunakan dalam PL ada
dua; barukh dan asyere. Menurut catatan Ensiklopedi, “kata barukh yang sering dipakai dalam PL berarti pujian bila menghunjuk
kepada Allah (Kej 9:26, I Raj 1:48, Maz 28:7), dan bila dipakai tentang manusia
menunjuk kepada keadaan kesukaan (I Sam 26: 25, I Raj 2;45). Asyere (betapa senang! Maz 1:1) selalu
dikatakan tentang manusia ...”[1]


Kata berbahagialah mangandung arti keadaan di
mana seseorang merasa senang, kepuasan jiwa yang menggirangkan. Marie Claire
Barth mengatakan, “Berbahagialah adalah suatu seruan kegembiraan, pujian,
ajakan dan harapan. Isinya dapat bermacam-macam, namun selalu tentang hubungan
manusia (atau jemaah) dengan Tuhan.[2]
Jelas ini adalah sejenis berkat
yang dialami seseorang ketika ia hidup benar dalam konteks hubungannya dengan
Allah.


Kata yang sama dijumpai dalam Mazmur 89:16 yang mengatakan: “Berbahagialah
bangsa yang tahu bersorak-sorak, ya TUHAN, mereka hidup dalam cahaya wajah-Mu.

Mazmur 94:12 berbicara tentang
berkat dan ketaatan pada Firman : “Berbahagialah
orang yang Kauhajar, ya TUHAN, dan yang Kauajari dari Taurat-Mu.
” Ide yang
sama juga ditemukan dalam Mazmur 112:1:
Berbahagialah orang yang takut akan
TUHAN, yang sangat suka kepada segala perintah-Nya.
” Akhirnya, Mazmur 128:1 juga menghubungkan ide
berbahagia dengan “jalan “ seseorang: “Berbahagialah
setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan yang
ditunjukkan-Nya!


Pemazmur menyadari penuh bahwa kebahagiaan sejati hanya
diperoleh ketika seorang hidup menurut Taurat Tuhan bukan berdasar hikmat dunia
dan kebahagiaan itu adalah pemberian yang cuma-cuma dari Allah. Kebehagiaan itu
bukan  diperoleh dengan pergaulan intim
dengan para pencemooh. Inilah yang pemazmur jelaskan secara progres dalam
kalimat pada ayat pertama.


Keterangan tidak berjalan, tidak berdiri dan tidak
duduk
mungkin bukan suatu keterangan untuk meningkatkan dosa, semata-mata,
tetapi ini dimaksudkan suatu hubungan yang intim. Dalam konteks ini hubungan
yang intim dengan para pencemooh. Ini adalah jenis orang-orang yang mencari
nasihat dengan diri mereka sendiri dalam keadaan berlimpah dari hikmat mereka
sendiri dan mencerca firman Allah.


Willem A. Van Gemeren berkomentar: “The godly man does not 1 walk (hālak) in the counsel of the wicked, 2
stand (‘āmād) in the way of sinners, or 3 sit (yāšāb) in the seat of mockers;
rather, he reflects on the Lord in his walking, standing, and sitting.
[3]


Orang
yang dikatakan berbahagia adalah bagi mereka yang hidup sesuai cara tertentu.
Mereka bahagia, bukan sebagai hasil dari merasakan suatu perasaan tertentu
(yang mungkin lebih mengacu kepada kepuasan), tetapi karena mereka telah
menjalani hidup dengan baik, yaitu, menurut kebenaran firman TUHAN dan tidak
bergaul intim dengan para pencemooh.





Mencintai
Taurat TUHAN (ayat 2)





Pemazmur sekarang mendapatkan kualitas positif dari tindakan
seseorang yang berbahagia. Orang itu suka dan mencintai akan Taurat TUHAN dan
merenungkannya siang dan malam.


Kata siang dan malam merupakan bahasa Merism (2 kata berlawanan mencakup
semuanya – terus menerus, senantiasa). Dengan kata lain Taurat TUHAN bukan
hanya direnungkan pada siang atau malam melainkan setiap saat, terus menerus
dalam hidup. Merenungkan Taurat TUHAN menjadi suatu gaya hidup. Taurat itu
dihidupi dalam seluruh aspek kehidupan, melalui pikiran, perkataan dan
perbuatan.


Keterangan pada Taurat
dari TUHAN
dapat mengacu  kepada
Hukum Musa atau kepada Pentateukh (Kejadian – Ulangan). Belakangan ini mengacu
kepada seluruh Perjanjian Lama. Ini dimungkinkan di sini, meskipun, dalam
konteks diskusi pemazmur akan etika orang fasik dan orang benar, bahwa apa yang
ada dalam pikirannya adalah apa saja dan semua instruksi yang diberikan Allah
untuk keuntungan manusia dengan memimpinnya dalam jalan hidup yang benar.


Istilah kesukaan muncul 126 kali dalam Perjanjian
Lama dengan beberapa perbedaan kecil dalam nuansanya. Ini bisa mengindikasikan
sesuatu yang bernilai atau berharga, misalnya dalam kasus batu-batu delima
untuk tembok Sion yang akan datang yang dinubuatkan oleh Yesaya (54:12);
batu-batu itu akan menjadi batu berharga yang didirikan oleh Tuhan
sendiri. Negeri Israel dikatakan akan menjadi negeri kesukaan sebagai
hasil dari berkat Allah yang kaya dan melebihi dari biasanya dalam Maleakhi
3:12. Ini juga menunjuk pada kerinduan-kerinduan dan keinginan-keinginan
seseorang:
2
Samuel 23:5

menyediakan suatu persamaan yang menarik dengan ayat dalam Mazmur 1.


Daud memberikan kata-kata terakhirnya sebelum ia meninggal
dan membandingkan dirinya dengan orang-orang fasik. Ia mengatakan bahwa Allah
menegakkan baginya perjanjian yang kekal, teratur dalam segala-galanya dan
terjamin, namun orang dursila akan dihamburkan. Ia mengatakan segala
keselamatannya dan segala kesukaannya Allah yang menumbuhkan. Istilah
ini juga dapat menunjuk kepada kesukaan TUHAN, kesenangan yang baik, keputusan
dan kehendak.


Dalam konteks Mazmur 1 istilah ini memiliki tambahan
pengertian yang jelas tentang “suka dan menikmati” Taurat TUHAN sehingga orang
itu merenungkannya siang dan malam. Ia telah memilih untuk tidak berjalan di
jalan orang fasik, namun sebaliknya mengambil jalan untuk merenungkan kebenaran
firman Tuhan. Mengenai kata merenungkan (hāgāh) Willem berkomentar:


The verb hagah is anomatopoeic, in
its basic meaning (to murmur or mutter, it alludes to the sound of animals (Isa
31:4, 38:14) or a moaning noise (Isa 16:7). Since the Bible, in part or as
whole, was generally not available to God’s people, they memorized and pondered
the word, the perfections of the Lord (63:6), and his mighty acts (77:12). The
alternation of the perfect and imperfect bring up the habitual aspect of
reflection on God’s word. The one who meditates continually reflectd God’s word
in life.”[4]


Dengan kata lain merenungkan dapat diartikan memikirkan
perintah-perintah, mengingat tindakan Allah yang dasyat dalam sepanjang
kehidupan. Kebiasaan ini memungkinkan orang tersebut selalu merefleksikan
firman Allah dalam hidupnya. Akibatnya perintah-perintah itu kemudian menguasai
seluruh hidup sehingga dalam hidupnya ia tidak mudah menyimpang.


Sebuah contoh yang bagus tentang prinsip merenungkan dapat
dilihat dalam Yosua 1:8. Tuhan mengatakan kepada Yosua untuk merenungkan ( Kata
Ibrani yang digunakan dalam Mazmur 1) kitab Taurat supaya engkau bertindak
hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya (bnd. Yakobus
1:22). Dan ini, tentu saja, adalah poin yang sama yang Pemazmur katakan;
renungkan firman Tuhan, mengerti, ingat, dan hidup berdasarkan itu.


Kehidupan orang benar akan selalu diisi dengan hal benar,
kegiatan-kegiatan yang bernilai dan tentunya benar. Orang benar  akan selalu mencintai, merenungkan dan
melakukan firman yang merupakan isi hati TUHAN setiap waktu dalam hidupnya.





Menghasilkan Buah (ayat 3)





Bagi orang yang suka Taurat TUHAN, yang merenungkannya siang
dan malam dan membentuk hidupnya berdasarkan hal itu, maka akan menghasilkan
berkat dalam hidupnya. Pemazmur menggambarkan orang itu seperti sebuah pohon
yang menghasilkan buahnya pada musimnya. Yeremia memakai ungkapan yang sama
dalam pembicaraan (lihat Yeremia 17:7-8).


Keterangan mengenai gagasan sebuah pohon yang ditanam,
daripada sekedar “tumbuh” mungkin mengindikasikan kemurahan ilahi dalam membawa
orang tersebut dari tempat tandus ke tempat berkat. Aliran air mungkin
menunjukkan saluran irigasi buatan yang menjamin suatu sumber air yang
terus-menerus untuk tumbuh-tumbuhan. Sebuah pohon yang dengan sengaja ditanam
dekat sumber air ini akan sungguh-sungguh menghasilkan buah. Tak bisa
dielakkan ia akan berhasil.


Sebagaimana Craigie dengan benar menunjukkan, pohon maupun
orang benar menjadikan jelas bahwa berkat pada orang benar bukanlah suatu hadiah,
namun bagian dan paket dalam menjalani hidup dalam kehendak Allah yang
dinyatakan.[5] Orang yang diberkati akan menghasilkan
buah pada musimnya, tidak perlu segera sesudah ditanam – dan ketika
situasi-situasi menjadi sulit (sebagaimana banyak mazmur menunjukkan bahwa
mereka menghasilkan buah) mereka tidak akan binasa dan layu. Berkat dalam
pengalaman mereka terbukti tidak perlu secara keuangan atau hal-hal lahiriah,
namun dengan karakter kuat dari hidup mereka dan kehadiran Allah.


Suatu gambaran akan diberkatinya orang yang berbalik dari
pembicaraan dan gaya hidup yang jahat dan sebaliknya menjalani hidup bersama
Allah berdasarkan Taurat. Apa saja yang
dibuatnya berhasil
dalam pengertian bahwa Allah memberkati hidupnya
sebagai hidup yang dipimpin Taurat.


            Pemazmur melalui Mazmur ini memberitahu
bahwa hidup orang benar tidak terlepas dari firman Tuhan. Orang benar yang
berkenan kepada TUHAN adalah mereka yang mencintai firman-Nya, merenungkan dan
melakukannya dalam hidupnya. Orang benar adalah orang yang tidak bergaul intim
dengan para pencemooh. Tidak hanya itu orang benar akan menghasilkan buah yang
sesuai jikalau ia selalu melekat pada TUHAN dan hidup menurut firman-Nya.







 










[1] W.W. Wessel, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini A-L(Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1994), 124.





[2] Marie Claire Barth &
Pareira, Kitab Mazmur 1-72 (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2009), 123.





[3] Willem A. Van Gemeren, gen. ed
Frank E. Gaebelein, The Expositor Bible
Commentary – Psalms
(Grand Rapids: Zondervan, 1991), 54.





[4] Ibid, Willem, 55.





[5] Peter C. Craigie, Psalms 1-50, Word Biblical Commentary, ed. John D. W.
Watts, vol. 19 (Waco, Texas: Word Books, Publisher, 1983), 61.




No comments:

Post a Comment

Thanks so much for taking the time to leave a comment :)

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

ShareThis