twitterfacebookgoogle plusrss feedemail
Life-ex photo banner-211_zps596e9fc0.jpg

Monday, December 3, 2012

Home » , , , » Olivia Sang Malaikat Kecil Telah Menyelesaikan Tugasnya

Olivia Sang Malaikat Kecil Telah Menyelesaikan Tugasnya





Kisah nyata tentang kehidupan gadis kecil yang bernama Olivia






Pengantar Redaksi: Dalam terbitan Warta RC minggu
lalu dimuat suatu ucapan belasungkawa atas berpulangnya Olivia
Laurencia, 10 tahun, keponakan dari Jelly Lim,  anggota Dewan Paroki
Regina Caeli. Banyak Warga RC yang menyempatkan diri melayat di rumah
duka ikut menitikkan air mata tapi sekaligus diteguhkan iman mereka
mendengar  kisah hidup Olivia  yang berjuang melawan penyakitnya sejak
usia satu setengah tahun. Berikut adalah kesaksian yang ditulis oleh
salah seorang kerabatnya. Semoga kesaksian ini membawa kita pada
permenungan yang mendalam tentang makna hidup kita masing-masing. 






Tiga
Juli 1999, tangis bayi memecah kesunyian. Sang bayi mungil lahir ke
dunia membawa kebahagiaan bagi pasangan Jimmy dan Aiwan. Kulit putih
kemerah-merahan, mata yang sungguh indah, bahkan ia memiliki bobot tubuh
yang cukup besar dibandingkan ukuran normal bayi yang baru lahir. Semua
orang yang melihat memuji sang bayi cantik yang kemudian diberi nama
Olivia Laurencia dengan nama kecil Ping Ping ini. Yah, ini adalah
mahakarya yang sungguh indah dari Tuhan bagi keluarga muda itu.






Sang
bayi mungil tumbuh cepat dan makin cantik dari waktu ke waktu. Babak
baru kehidupannya dimulai ketika umur satu setengah tahun. Saat anggota
keluarga yang lain melihat adanya kelainan penglihatan pada Oliv kecil,
segera mereka memeriksakannya ke dokter. Bagaikan disambar petir mereka
harus menerima kenyataan bahwa Olivia divonis menderita kanker mata,
atau istilah kedokterannya penyakit Retina Blastoma. “Biasanya
untuk penyakit begini umurnya paling sekitar 2 tahun lagi,” demikian
kata sang dokter yang terus terngiang-ngiang di ingatan orangtuanya.






Bergelut dengan Pengobatan






Berbagai
pengobatan mulai dijalani, bahkan pengobatan sampai ke luar negeri.
Dokter menyarankan agar bola mata kiri yang terkena kanker segera
diangkat. Namun sang papa bersikeras untuk tidak mengambil jalan itu.
“Dia seorang anak gadis, bagaimana dia menghadapi hidupnya kelak dengan
mata palsunya. Jalan ini juga tidak bisa menjamin 100% sel kanker itu
hilang begitu saja. Mata dia sungguh indah, semua orang juga
mengakuinya,” berontak sang papa. Akhirnya dipakailah cara kemotherapy untuk
mematikan sel-sel kanker yang telah tumbuh itu. Saat sang putri
kesayangan teriak menahan sakit yang dideritanya, sang papa tidak kuat
menerima kenyataan itu bahkan ia membenturkan kepalanya sendiri ke
dinding.






Menurut
pengakuannya meski sudah dibaptis dan menjadi pengikut Kristus, Jimmy
dan Aiwan belum menjadi pengikut Kristus yang sesungguhnya. Untuk pergi
ke gereja pun kadang masih agak ogah-ogahan. Tepatnya hanya menjadi umat
yang biasa-biasa saja. Dalam mimpinya suatu malam Jimmy didatangi oleh
malaikat yang membawa sebuah maklumat berisi hanya satu kata ‘BAPTIS’.
Setelah menceritakan kepada saudaranya, saudaranya itu memberikan
masukan “baptis berarti kamu mesti bertobat!”. Sambil tetap menjalani
pengobatan, kondisi Olivia mengantar papa dan mamanya lebih rajin dalam
berdoa dan mengikuti persekutuan. Mereka lebih berpasrah dan menyerahkan
sepenuhnya kepada kehendak Bapa. Mereka bertumbuh dalam iman di tengah
penyakit yang diderita Olivia.


Di
sela-sela kesibukan mengurusi pengobatan Olivia, Elohim mendatangkan
penghibur di keluarga ini. Seorang anak pemberian Tuhan hadir di tengah
mereka. Sang adik kecil itu kemudian diberi nama Yohanes Natanael.
Setidaknya ini adalah suatu penghiburan di tengah kesedihan
mereka.        






Olivia sempat menjalani dua kali kemotherapy yang membuat kondisi fisiknya drop. Saat ia drop dan
trombosit dalam tubuhnya turun, sang papa dan pamannya dengan kondisi
was-was musti siap mengantri sepanjang hari untuk mendapatkan bantuan
darah di PMI. Demikian sepanjang hidupnya Olivia menjalani pengobatan.
Biasanya setelahtherapy ia mengalami kerontokan rambut hingga
botak sama sekali. Dengan fisik yang demikian Olivia tidak pernah merasa
rendah diri. Ia tetap menjadi anak yang periang. Bahkan di sekolah ia
termasuk salah satu murid yang memiliki prestasi yang cemerlang. Seluruh
keluarga besar sangat menyayangi dan memberi perhatian penuh kepadanya.
Saat ilmu kedokteran sudah angkat tangan dan hanya memberikan harapan
kosong atas kesembuhannya, seluruh keluarga tidak berputus asa. Berbagai
pengobatan alternatif dijalani. Pantangan-pantangan makanan selalu
dituruti oleh gadis kecil ini. Obat-obatan dari berbagai bentuk dan rasa
yang sungguh merusak indra pengecapan juga dilahap dengan pasrah.






Membawa kepada Kristus


Dalam
kondisi demikian, Oliv kecil sungguh bergantung pada Tuhan Yesus.
Setiap pagi saat jam dinding baru menunjukkan pukul 04.00, bagai jam
weker Olivia membangunkan orangtuanya untuk mengajak doa pagi. Ketika
melihat papanya bersedih hati, Olivia selalu berujar “Smile”. Dengan polosnya Olivia berujar dan mengajarkan papanya“Dalam masalah apa pun kita harus selalu smile. Imannya
kepada Yesus itu membuat ia boleh dibilang tak pernah mengeluh soal
penyakit yang dideritanya. Ia bahkan tak pernah menangis karena penyakit
itu.






 Iman
Olivia ini menghantarkan sang kakek, nenek, om, tante yang belum
mengenal Kristus menjadi orang-orang percaya. Ketegaran Olivia membuat
mereka semua merasakan bahwa Yesus sungguh ada bersama Olivia. Hal itu
pula yang kemudian mendorong keluarga besarnya semakin berpasrah pada
Yesus. Bahkan mereka kemudian terjun aktif dalam kegiatan rohani di
lingkungannya. Sungguh inilah karya besar yang ditinggalkannya.






Bulan-bulan
terakhir menjelang ajalnya ia menunjukkan kasihnya yang luar biasa
kepada keluarganya, terutama kepada adik kecilnya. Ia
berujar kepada sang mama “Kan Oliv mau jadi peri yang baik hati”.
Natal dan malam Tahun Baru 31 Desember 2008, meskipun menahan sakit
kepala yang belakangan selalu menyerangnya, ia berusaha tetap ceria.
Saat acara tukar kado bersama jemaat Gereja, ia juga masih selalu
bercanda dengan semua orang. Beberapa hari kemudian, 4 Januari 2009,
saat sakit kepala yang semakin parah dan disertai dengan muntah-muntah,
keluarga memutuskan untuk merawatnya di rumah sakit. Semakin lama
kondisi fisiknya semakin parah. Tubuhnya bahkan sudah sulit untuk
menerima asupan makanan. Hal yang ditakutkan pun terjadi. Hasil MRI
menunjukkan sel kanker yang sudah membutakan mata kirinya telah menjalar
sampai ke otak bahkan ke seluruh tubuhnya.






“Terimakasih Tuhan Yesus”






Setiap
hari ia hanya bisa terbaring lemas dan tertidur. Saat ia terbangun,
kesakitan yang sungguh luar biasa dialaminya. Ia hanya bisa berteriak, “Aduh sakit, sakit sekali Tuhan…”.  Sang
mama yang tidak kuat melihat penderitaan putrinya mengatakan, “Kalau
sakit sekali, menangis saja Oliv,” tapi anak ini sungguh kuat. Dia tidak
pernah mau menangisi kesakitannya. Orang tuanya kembali dikuatkan dan
diajarkan untuk tetap tegar dalam segala masalah, walaupun itu tidak
mengenakkan. Kesakitannya semakin memuncak, bahkan obat penahan sakit
yang diberikan dokter sudah tidak bisa menghilangkan rasa sakit itu. Dua
malam menjelang ajalnya, Oliv yang bulan Juli mendatang genap berumur
10 tahun berdoa penuh iman. “Terima kasih Tuhan atas kasih
karuniaMu, Oliv percaya Oliv sudah sembuh, Oliv sudah dipulihkan. Tidak
ada satu penyakit apa pun di badan Oliv, dari ujung rambut sampai ujung
kaki Oliv, karena sudah Engkau tebus di kayu salib. Tuhan berkati Oliv,
Tuhan ampuni semua dosa Oliv, terima kasih Tuhan, Haleluya, Amin...”
 Sebuah doa yang sungguh indah dan penuh makna. Doa seorang anak yang sungguh mencintai dan mengimani Yesus.






Saat
malam terakhir ia bahkan sempat meminta sang papa yang memang sangat
dekat dengannya untuk memeluk, menurunkannya dari ranjang pasien dan
memangkunya. Dia meminta kepada semua orang dan keluarga yang
mengunjunginya untuk senantiasa  berdoa dan mendoakannya sepanjang malam
itu. Detik-detik maut semakin mendekatinya. Dalam kesakitan yang sudah
tidak tertahan, kalimat terakhir yang keluar dari mulutnya “Sakit sekali ya Tuhan, Oliv sudah tidak tahan lagi…” kemudian kepalanya jatuh terkulai sambil berucap “Trima kasih Tuhan Yesus” .
Kemudian ia sudah tidak sadarkan diri, tubuhnya mulai kejang-kejang.
Saat sang papa membisikkan ke telinganya “Papa merelakan Oliv pergi,
karena papa percaya di surga penuh damai sejahtera dari pada di dunia
dengan menanggung penderitaan. Saat Oliv bertemu dengan Yesus dan Yesus
ingin memegang tangan Oliv, segeralah sambut tangan-Nya. Selamat jalan
Oliv kami semua merelakan Oliv.”  Dalam kondisi yang sudah ‘koma’ Olivia
meneteskan airmata.






Sesaat
setelah itu, bergantian istri pendeta memegang tangan Oliv sambil
membisikkan di telinganya, “Kalau Oliv sudah bertemu Tuhan Yesus, Oliv
genggam kencang tangan tante yah.." Dalam keadaan ‘koma’ itu ia benar2
menggenggam tangan itu dan tak lama kemudian Oliv kecil pun pergi untuk
selamanya dengan perlahan, tenang dan damai. Dua belas Januari 2009,
pukul 15.45.






Tugasnya sudah selesai






Kedua
orang tuanya tentu sedih dengan kepergiannya. Tapi mereka mengimani
bahwa Olivia sudah bahagia di surga selamanya. Mereka berusaha menahan
tetesan airmata dan merelakan kepergiannya. Mereka berusaha meneladani
apa yang selalu dikatakan Olivia selama hidupnya, bahwa “Segala
sesuatu ada waktunya; selalu tersenyumlah dalam segala hal; tetap kuat
dan tegar dalam pergumulan;  berserah dirilah kepada Tuhan Yesus, karena
Dia akan memberikan jalan terbaik dan selalu mengasihi kita”.






Jasadnya
sudah terbaring kaku, tapi ia terlihat seperti hanya tertidur. Semua
pelayat yang melihat, memuji Olivia bagaikan peri kecil cantik yang
tertidur pulas. Wajah dan kulitnya putih bersih. Bibir kecilnya
menyunggingkan senyum kecil bahagia. Salah satu mata yang tadinya agak
cekung karena sel kanker sudah menggerogoti dan membutakan mata kirinya
bahkan terlihat normal kembali. Ia benar-benar seperti tertidur. Semua
mengimani, saat ajal menjemputnya Tuhan terlebih dahulu memulihkan
fisiknya. Keluarga besarnya juga mengimani bahwa Olivia adalah penolong
yang diberikan Tuhan di tengah-tengah keluarga mereka. Melalui sakit
yang dideritanya satu persatu anggota keluarga besarnya bertobat dan
menerima Kristus. Tugas malaikat kecil ini sudah selesai, maka ia
kembali dipanggil Bapa ke surga.






 Bahkan
saat pemakamannya, di tengah-tengah cuaca yang sepanjang hari dipenuhi
hujan deras, ketika kebaktian pamakaman dimulai, dan ketika sang
pemimpin Ibadat menyerukan “Semoga prosesi pemakaman ini diliputi dengan
cuaca cerah… Tuhan, walaupun kami tidak dapat melihat dengan mata kami
tapi kami yakin Tuhan hadir di tempat ini,” detik itu juga, gemuruh
guntur berbunyi seakan langit menjawab. Dan hujan yang sepanjang hari
menyelimuti bumi, seketika berhenti. Semua yang menghantar ke pemakaman
ini dengan tertegun berujar dalam hati, “Sungguh ia benar-benar dikasihi
Tuhan”


Segalanya
berjalan lancar, kepergian sang malaikat kecil bahkan didoakan dan
dihantar oleh beratus-ratus pelayat. Walaupun Olivia sudah tidak ada di
dunia, tapi karyanya dalam dunia sungguh selalu akan dikenang. Karena
bukan diukur dari berapa lama kita tinggal di dunia, tetapi seberapa
berartinya hidup yang kita jalani.


Selamat jalan Olivia, doa kami menyertaimu selalu. Dan kami percaya, engkau juga senantiasa mendoakan kami dari sana. (sanz)


2 comments:

Thanks so much for taking the time to leave a comment :)

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

ShareThis